Seluk Beluk Pesantren Waria Al-Fatah Yogyakarta
- apayanews
- Jul 8, 2019
- 3 min read
Oleh : Kelompok Apaya

LATAR BELAKANG PESANTREN WARIA AL-FATAH
Pesantren waria yang terletak di Kotagede Yogyakarta ini adalah satu satunya pondok pesantren yang berada di Indonesia. Sebuah bangunan rumah digunakan untuk kegiatan di pesantren.
Santri waria yang belajar agama Islam di pesantren ini berasal dari berbagai penjuru kota. Para santri waria ini ingin sisa hidupnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pesantren waria ini dapat berdiri dengan kokoh di tengah fenomena sosial yang cenderung memojokkan para waria.
Berdirinya pesantren ini sejak tahun 2008 hingga sekarang berbeda dengan pesantren pada umumnya. Pesantren ini mengadakan pembelajaran rutin setiap hari minggu, tidak seperti pesantren pada umumnya yang mengadakan pembelajaran setiap hari.
Para santri tidak diharuskan untuk tinggal di pesantren. Hal ini karena para santri waria memiliki pekerjaan dan kegiatan yang harus dilakukan setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pesantren AlFataḥ ini pun telah memberikan banyak sumbangsih bagi masyarakat sekitar.
Masyarakat sekitar tidak merasa terganggu karena berdirinya pesantren waria ini, justru sebaliknya mereka merasakan banyak manfaat yang dirasakan, seperti mengadakan pengajian yang mengundang masyarakat sekitar sampai acara agustusan.
KEGIATAN PESANTREN WARIA AL-FATAH

Setiap anggota pesantren waria dipersilakan untuk beribadah sesuai caranya. Saat salat berjamaah, sebagian waria mengenakan baju koko dan sarung, sementara sisanya memakai mukena. Perbedaan itu tidak membuat mereka berselisih. Sebaiknya, mereka bisa menerima perbedaan atas nama toleransi beragama. Itulah yang membuat kehidupan di sana menjadi damai.
Shinta, Selaku pengurus pondok pesantren waria ini tidak hanya mengajari ibadah. Ia juga memberi berbagai pelatihan pada para anggota. Contohnya adalah pelatihan tata rias dan pengurusan jenazah. Diharapkan, pelatihan tersebut bisa menambah kemampuan dan kesempatan mereka dalam bekerja. Dengan demikian, mereka bisa memperbaiki nasib dan lebih sejahtera secara finansial.
Di antara kegiatan itu adalah membentuk family support group untuk membantu waria yang masih belum sepenuhnya diterima oleh keluarganya, dan pelatihan pemulasaraan jenazah yang pertama di Indonesia. Kegiatan ini dilakukan karena pernah ada dua kasus waria meninggal dunia tetapi warga sekitar menolak untuk mengurus jenazahnya.
“Jadi kali ini kita menjawab kasus-kasus yang di lingkungan sosial seperti konflik waria dengan keluarganya, maka kita membentuk family support groups – kita bentuk sebagai kelompok dukungan untuk teman-teman waria yang belum diterima di keluarganya. Kita juga mempunyai kelompok pemulasaraan jenazah karena sebelumnya kita mendapati dua kasus waria meninggal tetapi tidak ada yang mau memandikan jenazahnya,” papar Shinta.
Shinta tidak menyerah walaupun Pondol Pesantren waria sudah ditutup. Ia meminta dukungan dari sejumlah tokoh masyarakat dan agama. Berkat dukungan tersebut, syukurlah kini Pondok Pesantren Al Fatah kembali dibuka. Sejak awal 2019, para santri bisa beribadah di sana lagi. Mereka berkegiatan rutin setiap hari Minggu. Saat bulan Ramadhan, jadwal kegiatan ditambah menjadi Minggu dan Rabu.
PANDANGAN TOKOH AGAMA MENGENAI PESANTREN INI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) cabang Yogyakarta juga mengatakan sejak awal berdirinya pesanteren tersebut mereka tidak pernah mempermasalahkannya.
“Itu usaha yang baik untuk memberikan pengajaran agama kepada mereka kalau tidak ada pesantren itu kan mereka tidak akan belajar agama dan mengetahui kedudukan mereka dalam agama oleh karena itu MUI menyetujui keberadaan mereka,” kata Ketua MUI Yogyakarta, Thoha Abdurrahman.
“Harapan saya mereka bisa tahu benar soal Islam baik menyeluruh maupun untuk mereka.”
Thoha mengatakan di mata Islam mereka juga punya hak yang sama untuk beribadah dan berbuat kebaikan. “Sejauh ini memang tidak ada aksi pelarangan dari ormas manapun terhadap kegiatan mereka di sini,” jelasnya.
Meski mendapat dukungan cukup bagus dari masyarakat, namun Maryani menolak untuk mendirikan pesantren dengan konsep serupa di luar Yogyakarta.
“Saya pernah ditawari untuk mendirikan pesantren ini di sebuah daerah tapi saya tidak mau karena reaksi masyarakat di daerah itu belum tentu sama dengan di Yogyakarta.”
Dia juga mengatakan untuk mempertahankan pesantren ini bukanlah perkara mudah sejumlah kendala seperti biaya dan konsistensi para anggotanya untuk terlibat dalam kegiatan di pesantren ini adalah beberapa diantaranya.
Sejumlah waria berharap mereka bisa mendapatkan perlindungan sama dengan warga lainnya termasuk dalam hal beribadah
Comments